Rapat Paripurna DPRD Depok Ditunda: Isu Sinkronisasi Anggaran dan Janji Wali Kota Disorot!
Jayantara-News.com, Depok
Suasana akhir tahun 2025 di DPRD Kota Depok diwarnai dinamika panas setelah Sidang Paripurna yang dijadwalkan untuk mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2026 mendadak ditunda. Rapat yang seharusnya digelar pada Senin, 24 November 2025, diundur hingga Kamis, 27 November 2025. Penundaan ini memunculkan tanda tanya besar: apa yang sebenarnya terjadi di tubuh Badan Anggaran (Banggar) DPRD Depok?
Kabar penundaan tersebut mengejutkan kalangan jurnalis dan pemerhati kebijakan publik, terlebih setelah sejumlah anggota DPRD dari Fraksi PKS dan Fraksi PDI Perjuangan sebelumnya menyampaikan kritik terbuka terhadap Nota Keuangan Walikota Depok. Kritik tersebut terutama menyoroti tidaknya dilibatkannya Ketua Komisi C (Bidang Infrastruktur) dalam proses perencanaan sejumlah proyek strategis, seperti pembangunan Flyover Margonda dan penataan sistem drainase kota.
Berlarutnya pengesahan RAPBD ini memunculkan kekhawatiran bahwa sejumlah program prioritas yang menjadi janji kampanye Walikota Depok berpotensi tidak terealisasi tepat waktu, antara lain:
Program pengembangan UMKM dan peningkatan kapasitas melalui Balai Latihan Kerja (BLK);
Bantuan Rp300 juta per RW per tahun;
Pembebasan PBB untuk objek pajak dengan NJOP di bawah Rp100 juta.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada penjelasan resmi mengenai alasan pasti penundaan. Publik mempertanyakan apakah keterlambatan ini disebabkan Walikota Depok yang dianggap belum sepenuhnya siap menyampaikan rincian anggaran, atau justru berasal dari internal Banggar DPRD yang diduga belum tuntas merampungkan pembahasan final RAPBD 2026.
Penundaan pengesahan RAPBD dapat berdampak signifikan terhadap keberlangsungan pembangunan daerah. Berdasarkan Pasal 312 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, apabila DPRD dan Kepala Daerah tidak menyetujui APBD tepat waktu, daerah dapat menggunakan pagu anggaran tahun sebelumnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini berpotensi menghambat realisasi program prioritas dan menurunkan kualitas pelayanan publik.
Situasi ini kini menjadi sorotan publik, menunggu transparansi dan sikap resmi dari DPRD maupun Pemerintah Kota Depok. (Yf)
