Kebijakan KKP Disorot, Ribuan Nelayan Cilacap Bergerak ke Jakarta Suarakan Perlawanan!
Jayantara-News.com, Jakarta
Ribuan nelayan dan pelaku usaha perikanan yang tergabung dalam Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cilacap bergerak menuju Ibu Kota Jakarta untuk menyuarakan penolakan terhadap sejumlah kebijakan sektor kelautan dan perikanan yang dinilai merugikan masyarakat pesisir.
Sebanyak 1.400 orang diberangkatkan menggunakan puluhan unit bus dari titik kumpul Kantor SNI Cilacap, Jawa Tengah, pada Rabu malam (17/12/2025). Keberangkatan tersebut merupakan bagian dari aksi damai berskala nasional yang digelar di kawasan Istana Negara serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kamis (18/12/2025).
Aksi ini menjadi simbol perlawanan nelayan terhadap kebijakan KKP yang dinilai berpotensi menekan keberlangsungan hidup masyarakat pesisir. Isu utama yang diusung adalah penolakan terhadap rencana naturalisasi kapal asing, yang dikhawatirkan akan mempersempit ruang usaha nelayan lokal.
Ketua SNI Kabupaten Cilacap, Edy Santoso, menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menggerus kedaulatan ekonomi nelayan tradisional.
> “Kami khawatir kapal asing akan mendominasi, terlebih dengan adanya rencana perluasan pelabuhan di Cilacap. Dari sisi teknologi dan peralatan, kapal nelayan lokal masih sangat terbatas. Jika kebijakan ini dipaksakan, nelayan kecil bisa tersingkir dari lautnya sendiri,” ujar Edy.
Selain penolakan terhadap kapal asing, para pelaku usaha perikanan juga menyuarakan tuntutan keadilan fiskal. Koordinator SNI Cilacap, Agustina, menyampaikan sedikitnya tiga kebijakan yang dinilai memberatkan operasional nelayan dan pengusaha perikanan, yakni:
1. Indeks Tarif PNBP
Massa mendesak pemerintah menurunkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan yang saat ini berkisar antara 22,5 persen hingga 30 persen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021.
2. Retribusi Tambat Labuh
Nelayan meminta keringanan biaya sandar kapal, terutama saat musim paceklik (off-season), ketika kapal tidak melaut namun tetap dibebani retribusi tambat labuh dalam jumlah besar.
3. Harga Acuan Ikan (HAI)
Massa menuntut peninjauan ulang kebijakan Harga Acuan Ikan agar lebih realistis dan mencerminkan kondisi riil di lapangan serta berpihak pada kesejahteraan nelayan.
> “Kami tidak menolak kewajiban berkontribusi kepada negara. Namun, kebijakan fiskal seharusnya tidak mematikan usaha nelayan kecil. Tarif yang diterapkan perlu lebih berkeadilan,” tegas Agustina.
Aspirasi tersebut diharapkan dapat sampai langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pertemuan awal, perwakilan nelayan telah melakukan audiensi dengan Wakil Menteri serta Direktur Jenderal di lingkungan KKP. Dalam audiensi tersebut, nelayan menyampaikan kekhawatiran terkait dampak sosial dan ekonomi dari rencana perluasan pelabuhan Cilacap serta masuknya kapal asing ke wilayah perairan nasional.
Sebagai tindak lanjut, Edy Santoso menyampaikan bahwa perjuangan nelayan tidak berhenti pada aksi unjuk rasa semata, melainkan akan dilanjutkan melalui mekanisme konstitusional.
> “Alhamdulillah, aspirasi kami mendapat respons. Rencananya, pada 6 Januari 2026, kami akan diundang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR RI dan pihak KKP untuk membahas persoalan ini secara terbuka,” pungkasnya. (Galih/Buyung)
